5.Mencuci wajah
Hukumnya
adalah wajib. Dan definisi wajah secara syar’i tidak dijelaskan oleh Syari’at
oleh karena itu kita kembalikan kepada maknanya secara bahasa. Wajah adalah apa
yang dengannya timbul muwajahah/muqobalah (saling berhadapan). Dan batasannya
adalah dari tempat biasanya tumbuh rambut kepala hingga ke ujung bawah dagu
(secara vertikal), dan dari telinga ke telinga (secara horizontal). (Taudihul
Ahkam 1/170)
Bagi
yang punya jenggot ?
Hadits
Rosulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam :
عَنْ عُثْمَانَ
t قّالَ : إِنَّ النَّبِيَّ r كَانَ يُخَلِّلُ لِحْيَتَهُ فِيْ الْوُضُوْءِ
Dari
Utsman berkata : “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyela-nyela
jenggotnya ketika berwudlu. (Hadits shohih, riwayat Tirmidzi)
Dan
juga hadits Anas:
أَنَّ النَّبِيَّ
كَانَ إِذَا تَوَضَّأَ أَخَذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَأَدْخَلَهُ تَحْتَ حَنَكِهِ فَخَلَّلَ
بِهِ لِحْيَتَهُ وَقَالَ هَكَذَا أَمَرَنِيْ رَبِّي عَزَّ وَ جَلَّ
Bahwasanya
Nabi jika berwudlu beliau mengambil segenggam air (dengan tangannya-pent) lalu
beliau memasukkannya di bawah mulutnya kemudian beliau menyela-nyela jenggot
dengannya. Dan beliau berkata :”Demikianlah Robku عَزَّ وَ جَلَّ memerintah
aku”. (Irwaul golil no 92)
Menyela-nyela
jenggot ada dua hukum :
- Jika
jenggot tersebut tipis sehingga kelihatan kulit wajah (dagu), maka hukumnya
wajib menyela-nyela jenggot hingga mencuci kulit wajah yang nampak tersebut dan
juga mencuci pangkal jenggot.
- Jika
jenggot tersebut tebal sehingga tidak nampak kulit wajah (dagu), maka hukum
menyela-nyela janggut bagian dalam (pangkal jenggot) dan mencuci kulit wajah
adalah sunnah tidak wajib. Karena termasuk hukum bagian dalam yang tersembunyi.
Adapun bagian luar jenggot maka wajib dicuci karena dia merupakan perpanjangan
wajah (Tadihul Ahkam 1/177 dan Syarhul Mumti’ 1/140 )
6.Mencuci
kedua tangan
Dicuci
dari ujung-ujung jari hingga ke siku Tangan kanan terlebih dahulu tiga kali,
kemudian baru tangan kiri.
Apakah
siku ikut dicuci atau tidak ?. Allah ta’ala berfirman :
وَأَيْديَكُمْ
إِلَى الْمَرَافِقِ
(Dan
cucilah) tangan-tangan kalian hingga ke siku-siku
Sebab إِلَى
menurut para ahli nahwu bisa berarti akhir dari puncak, baik untuk waktu maupun
tempat. Misalnya untuk waktu ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الليْلِ (Lalu
sempurnakanlah puasa hingga malam) dan untuk tempat misalnya مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى (Dari masjidil Harom hingga ke masjidi Aqso).
Adapun
yang datang setelah إِلَى maka boleh masuk kepada yang sebelum إِلَى (sehingga
ketika itu إِلَى bermakna مَعَ sebagaimana firman Allah ta’ala وَلاَتَأْكُلُوْا
أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَلِكُمْ ) dan bisa juga tidak masuk kepada apa yang
sebelum إِلَى , dan ini semua diketahui dengan qorinah (indikasi) (Taudihul
Ahkam 1/160). Adapun dalam permasalahan ini yang benar bahwasanya siku masuk
dalam daerah cucian dengan adanya qorinah dari hadits yang menunjukan akan hal
itu. Diantaranya :
عَنْ جَابِرٍ
قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ إِذَا تَوَضَّأَ أَدَارَ الْمَاءَ عَلَى مِرْفَقَيْهِ
Dari
Jabir berkata :”Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika berwudlu, beliau
memutar air ke kedua sikunya” (Diriwayatkan oleh Darqutni dengan sanad yang
dho’if) Tapi haditsnya dhoif (Taudihul Ahkam 1/191)
next7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar